Selasa, 24 Juni 2008

peristiwa aneh dalam dunia pendidikan



Senin, 23 April 2007
N A S I O N A L
No. 5581


Halaman Utama
Tajuk Rencana
Nasional
Ekonomi
Uang & Efek
Jabotabek
Nusantara
Luar Negeri
Olah Raga
Iptek
Hiburan
Feature
Mandiri
Ritel
Hobi
Wisata
Eureka
Kesehatan
Cafe & Resto
Hotel & Resor
Asuransi
Otomotif
Properti
Budaya
CEO
Opini
Foto
Karikatur
Komentar Anda
Tentang SH

Laporan Khusus
Mencuri untuk Mengejar Prestasi
OlehChusnun Hadi SURABAYA–Dua peristiwa besar mencoreng “kesakralan” Ujian Nasional (UN) tingkat SMA/SMK di Jawa Timur yang digelar pemerintah. Di SMA Negeri (SMAN) 2 Tanggul, Kabupaten Jember, UN berakhir ricuh. Puluhan siswa melakukan perusakan sekolah dan menyerang beberapa guru pengawas. Di Kabupaten Ngawi, justru sang guru yang semestinya “digugu dan ditiru” malah melakukan sebaliknya. Kepala SMK PGRI 4 dibantu Kabag TU dan dua guru di sekolah tersebut berusaha mencuri soal UN.Kericuhan yang terjadi di SMAN 2 Tanggul terjadi setelah para siswa menyelesaikan UN hari ketiga dengan mata uji Bahasa Inggris, Kamis (19/4). Dalam sistem pengawasan silang, dari 281 siswa SMAN 2 Tanggul yang terbagi dalam 15 ruang kelas, dijaga 32 orang pengawas dari guru SMAN 1 Tanggul dan guru SMA PGRI Tanggul. Entah mengapa, saat itu puluhan siswa menumpahkan amarahnya pada guru pengawas yang berasal dari SMAN 1 Tanggul.Peristiwa ini terjadi bukan tanpa pemicu. Para siswa menilai pengawas yang menjaga ruang IPS 10 terlalu overacting, khususnya Sri Handayani, guru SMAN 1 Tanggul. Entah sudah direncanakan atau tidak, tiba-tiba setelah UN selesai, para siswa memukul dan melempari kaca kelas dengan membabi buta.Sri Handayani yang saat itu berusaha menyelamatkan diri dan lari ke uang pengawas, diadang para siswa. Dari keterangan Sri Handayani, dirinya ditimpuk, dipukul dan ditendang para siswa. Harga diri seorang guru yang seharusnya “digugu dan ditiru” (diindahkan dan diteladani) saat itu seakan sudah tidak dihormati lagi.Tidak hanya Sri Handayani, beberapa guru dari SMAN 1 Tanggul yang saat itu bertugas menjadi pengawas di sekolah tersebut juga bernasib sama. Saat puluhan aparat kepolisian mengamanakan lokasi kejadian, para siswa bahkan bergeming. Akhirnya pihak kepolisian terpaksa mengevakuasi para guru tersebut dengan mobil patroli.“Dia terlalu overacting. Kita menoleh sedikit saja sudah diperingatkan. Saat waktu ujian masih tersisa lima menit, dia sudah berusaha menarik lembar jawaban. Jelas tindakan itu merusak konsentrasi,” kata Agus Dwi, siswa kelas III IPS 2.Sebaliknya, Sri Handayani tidak mau disalahkan. Ia mengelak tuduhan tersebut. “Saya menjalankan pengawasan sesuai dengan prosedur dan aturan, tetapi mereka (para siswa) menganggap saya berlebihan,” kata Sri Handayani.Ketatnya pengawasan ini, katanya, tak belerbihan. Tindakan ketat dilakukan setelah salah seorang guru pengawas menemukan beberapa contekan jawaban ujian yang dicoretkan dengan spidol di dinding toilet siswa SMA Negeri 2 Tanggul. Contekan itu ditemukan setelah ada kecurigaan karena banyaknya siswa yang minta izin ke toilet.Atas hal ini, Kepala SMAN 2 Tanggul Drs H Imam Ma’sum MPsi menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke pihak kepolisian. Tetapi ia mengaku selama ini para siswa yang diduga melakukan perusakan sekolah dan pemukulan terhadap guru pengawas adalah siswa yang sehari-harinya berperilaku baik.Mencuri SoalSementara itu, Polres Ngawi akhirnya menahan empat tersangka dalam kasus pencurian soal UN. Keempat tersangka itu adalah Kepala SMK PGRI 4 Makmun Effendi, Susi (Kepala Bagian Tata Usaha SMK PGRI 4 merangkap sebagai guru), Bambang Sugeng dan Agus (guru SMK PGRI 4).Mereka merupakan tim yang bertugas mengambil dan mengantarkan bundel soal UN. Dalam pemeriksaan, mereka terbukti membantu, bekerja sama, dan terlibat dalam upaya pencurian soal UN tersebut. Saat kejadian berlangsung, Bambang Sugeng bertugas sebagai sopir. Kedua guru lainnya, yakni Agus dan Susi, bertugas menemani Kepala Sekolah mengambil soal.Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi juga bertindak tegas. Sejak Jumat (20/4), Makmun Effendi dinonaktifkan dari jabatan kepala sekolah. Ia bahkan terancam dipecat jika dalam pemeriksaan pihak kepolisian nanti menyimpulkan bahwa ia benar-benar bersalah. “Kasusnya sedang ditangani pihak kepolisian. Sanksinya nanti sesuai dengan kadar kesalahannya, seperti pemotongan gaji, penurunan jabatan, hingga pemecatan,” kata Bupati Ngawi dr Harsono.Status Makmun Effendi saat ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diperbantukan di sekolah swasta. Awalnya, dia sebagai guru pada pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) SMK PGRI 4 Ngawi.Hasil dialog antara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi, Abdullah Zaini, dengan Makmun Effendi terkait dengan kasus pencurian soal UN tersebut, menyimpulkan bahwa perbuatan yang dilakukan tersebut didorong oleh keinginan Makmun untuk meluluskan semua siswanya pada UN kali ini. Ihwalnya, pada UN tahun sebelumnya, sekitar 10 persen siswa di SMK PGRI 4 Ngawi tidak lulus UN.Untunglah, polisi berhasil menemukan naskah soal yang dicuri tersebut dalam keadaan masih tersegel. Artinya, soal tersebut masih belum sampai menyebar. Jika ditemukan terbuka, dipastikan soal tersebut bocor, dan UN bisa diulang.Orientasi Lulus UNPeristiwa negatif yang terjadi menyertai UN tingkat SMA/SMK di Jawa Timur tahun ini akibat dari sikap yang sangat berlebihan pada UN. Penciptaan UN sebagai penentu kelulusan siswa, membuat orientasi sekolah maupun siswa adalah bagaimana bisa lulus UN.“UN diposisikan sebagai penentu kelulusan. Akibatnya, sekolah, guru, maupun siswa seakan diposisikan menghadapi suatu perang yang besar, sehingga saat itu kondisinya sangat tegang dan stres yang luar biasa,” kata Daniel A Rasyid, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur kepada SH.Ia mencontohkan, peristiwa pencurian soal UN oleh oknum kepala sekolah di Ngawi, menunjukkan dia menginginkan siswanya bisa lulus semua. Apalagi, sebelum UN berlangsung Kepala Dinas P dan K Jatim, Dr Rasiyo, menargetkan 97 persen siswa SMA/SMK di Jatim lulus UN. “Target itu akhirnya diterjemahkan oleh pihak sekolah, bagaimana agar siswanya lulus, meski dengan cara-cara yang kurang mendidik,” ungkap Daniel yang juga staf pengajar di Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS).Tentang peristiwa perusakan sekolah dan pemukulan guru pengawas di Jember, tambah Daniel, tidak lepas dari ketegangan para siswa karena suasana ujian diciptakan sangat mencekam. “Para siswa seakan dihadapkan pada peristiwa yang mencekam, baik saat menjelang UN maupun saat UN berlangsung,” jelasnya.Suasana mencekam yang dimaksud oleh Daniel, di antaranya adalah penjagaan oleh pengawas independen dan polisi. Seakan-akan komponen di sekolah tidak dipercaya lagi soal kejujuran dan tanggung jawab. “Para siswa juga merasa sangat terganggu dengan kondisi ini. Adanya polisi di sekolah merupakan hal yang tidak biasa,” katanya.Ia menilai dengan adanya peristiwa tersebut menunjukkan sekolah belum berhasil membangun kultur yang sehat, sehingga para siswa melampiaskan kemarahannya dengan cara kekerasan. “Karena orientasinya lulus UN, membuat pengembangan kompetensi sosial seperti diskusi, beda pendapat, dan hormat pada guru kurang tumbuh dan berkembang di sekolah, sehingga para siswa dengan beraninya merusak sekolah dan memukul guru yang seharusnya dihormati,” katanya. n



Copyright © Sinar Harapan 2003

Tidak ada komentar: